Friday, November 9, 2018

Penyebab Ongkos Demokrasi Makin Mahal, MPR Soroti Kualitas Pemimpin

Wakil Ketua MPR Mahyudin memandang, cost berdemokrasi di Indonesia sekarang ini telah sangat mahal serta kurang efisien. Keadaan ini tentu saja semakin jauh dari nilai-nilai Pancasila yang memprioritaskan proses musyawarah mufakat.

"Ini berarti skema demokrasi langsung yang kita lakoni sekarang ini tidak berjalan efisien saat masyarakatnya ada banyak yang miskin," tutur Mahyudin di Yogyakarta, Jumat (19/10).

Sri Sultan Hamengkubuono X
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuono X memandang skema demokrasi di Indonesia itu tidak mesti mencontek negara lainnya. Sebab bangsa ini telah miliki Pancasila.

Menurut Mahyudin, sekarang ini biaya demokrasi di Indonesia masih tetap termasuk mahal. Keadaan ini berefek langsung pada kualitas beberapa pemimpin yang dipilih. Sebab siatuai ini sangat mungkin beberapa orang yang miliki jujur dan berkarakter kuat serta kemampuan, tapi tidak miliki uang jadi tidak dipilih.

"Sebab penduduk masih tetap perlu sekali dengan uang. Karenanya saya sepakat jika demokrasi kita itu diamandemen kembali supaya benar-benar kembali pada demokrasi Pancasila," tegasnya.

Bahkan juga semenjak reformasi bergulir, kata Mahyudin, dampak dari demokrasi yang mahal ikut menjerumuskan beberapa kepala daerah dari mulai Bupati, Walikota, Gubernur bahkan juga Angota DPR. Sebab dengan penentuan dengan cara langsung, beberapa calon ini mesti menyiapkan biaya yang banyak.

"Ini pengalaman saya juga. Saat saya dipandang dapat jadi Gubernur, saya itu berfikir panjang. Pertama sesudah saya hitung-hitung itu biayanya banyak, untuk bayar saksi, baliho sampai penentuan itu hampir Rp 50 miliar lebih. Saya mikir ikut duitnya dari tempat mana," bertanya Mahyudin.

"Sebab saya itu pelaku bisnis, kalau saya miliki Rp 50 miliar daripada nyalon Gubernur ya mending saya belikan kebun sawit akhirnya jelas," candanya.

Berarti, lanjut Mahyudin, dengan cost yang begitu mahal itu, beberapa calon kadang nekat maju tetapi memakai sponsor yang tentu saja laku prinsip 'Tak ada makan siang gratis'.

"Beberapa sponsor pasti ingin upayanya aman, ingin tambangnya tidak jadi masalah, ingin semua, pada akhirnya apakah? Ya sesudah duduk masalah mulai banyak muncul serta ujungnya masuk penjara," pungkasnya.

Selain itu dalam tempat yang sama, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuono X memandang skema demokrasi di Indonesia itu tidak mesti mencontek negara lainnya. Sebab bangsa ini telah miliki Pancasila.

"Indonesia mesti kembali pada demokrasi Pancasila menjadi jati diri bangsa. Biarlah Amerika serta Tiongkok berdemokrasi ala mereka sendiri, kita dapat juga berdemokrasi dengan ala kita sendiri," kata Sultan.

Baca Juga: pengertian demokrasi

Menurut Sultan, Indonesia sekarang ini mengaplikasikan skema demokrasi langsung yang sangat kebarat-baratan. Karean demokrasi langsung ini, pada satu bagian diinginkan bisa melahirkan keterlibatan rakyat dalam memastikan pemimpinnya. Akan tetapi di lain sisi, biaya demokrasi mode semacam ini begitu mahal.

Baca Juga: pancasila sebagai dasar negara

"Dampaknya, barter kuasa pada kedaulatan rakyat dengan uang calon kepala daerah jadi suatu yang susah terhindar," tuturnya.

Artikel Terkait: sistem pemerintahan Indonesia

Selanjutnya, Sultan ikut mengharap, Pemilu Serentak 2019 dapat berjalan nyaman dan aman buat penduduk Indonesia. Termasuk juga, siapa juga capres serta wapres dipilih kelak, mesti dapat di terima dengan lega dada.

"Sebenarnya kata Sultan, siapa saja presiden serta wapres dipilih, ialah wakil dari semua susunan penduduk. Jadi tidak cuma mewakili beberapa pemilih atau pendukungnya saja. Sama-sama mengakomodir, siapa juga yang menang kelak," ujarnya.

No comments:

Post a Comment