Friday, July 5, 2019

Penyebab Bisnis Hiasan Lampu Paralon Banjir Pesanan hingga Luar Negeri

Biasanya, orang menggunakan pipa paralon atau yang kerap dikenal dengan pipa PVC (polyvinyl chloride) untuk membuat sistem pengairan di bangunan atau bawah tanah. Namun, tidak bagi Gatot Subiantoro.
Gatot mampu menyulap pipa-pipa paralon itu menjadi perabot ruangan. Misalnya, dibentuk menjadi lampu hias yang cantik. Sudah sejak setahun lalu, dirinya menggeluti kerajinan tangan itu.
Baca Juga: triplek
“Fungsi utamanya memang sebagai lampu hias. Tapi bisa juga sebagai pajangan atau dekorasi ruangan kalau tidak menggunakan lampu,” kata Gatot saat ditemui JawaPos.com, Sabtu (28/7).
Gatot menyulap pipa PVC menjadi berbagai macam ukiran rupa dan warna lampu hias. Mulai dari gambar wajah Presiden RI Soekarno, burung elang, dan beberapa gambar lain.
Waktu pengerjaannya, mulai dari 2 hingga 3 hari. Tergantung dari tingkat kesulitan. Jika pipanya diolah hingga tidak menyerupai pipa, pengerjaannya memakan waktu hingga seminggu.
“Ada yang berbentuk seperti menara Eifel di Paris, Perancis dan lampu meja bergaya klasik. Itu belum proses mengecatnya,” kata Gatot.
Tentunya, semua gambar dan ukirannya itu bukan atas imajinasinya sendiri. Melainkan dari pesanan para pelanggan. Termasuk, ukuran pipa yang akan menjadi bahan utama.
“Soal desain, gambar, dan warna, yang pasti pelanggan yang menentukan. Saya hanya menyerahkan perkiraan hasil jadinya sebelum pengerjaan dimulai,” kata Gatot.
Kecuali, soal bahan baku selain pipa dan teknik pengerjaannya. Sebagai pengerajin, Gatot perlu menentukan beberapa hal. Yakni, bahan cat, pemasangan kabel dan dudukan lampu, hingga teknik mengukir pipanya.

Gatot menjelaskan, dia menggunakan beragam teknik saat mengerjakan ukiran gambar pada pipa. Tekniknya, disesuaikan dengan gambar yang dipesan pelanggan.
Demikian juga dengan pewarnaan. Gatot menggunakan cat acrylic jika pelanggan ingin pipa paralon lebih terang saat lampu di dalamnya menyala. Menurutnya, cat acrylic tidak terlalu pekat dan kental.
Sehingga, mampu meneruskan cahaya yang berpendar dari dalam pipa. Berbeda jika menggunakan cat minyak. Warna cat minyak lebih pekat. Cairan catnya juga relatif lebih kental.
Karenanya, saat disinari dari dalam, cahaya yang berpendar tidak menembus dinding pipa. “Kalau cat minyak, resikonya lebih mudah pudar ketimbang cat acrylic,” kata pria yang juga berprofesi sebagai driver PT Galileo JDS.
Soal harga, Gatot mengaku tidak terlalu mematok. Meski, dirinya tetap mempertimbangkan soal bahan baku dan tingkat kesulitan pengerjaan. Mulai dari Rp 200 ribu hingga Rp 700 ribu. Dengan kisaran harga itu, Gatot mampu meraup omzet, setidaknya Rp 6 juta per bulan.
Artikel Terkait: harga semen
Namun, Gatot mengaku tidak terlalu mementingkan soal harga. Dia hanya ingin produknya dikenal masyarakat banyak. Meski, sebenarnya Gatot sudah banyak mendapat pesanan lampu hias. Mulai pesanan dari kalangan mahasiswa, hotel, hingga WNI yang tinggal di Jerman dan Brunei Darussalam.
“Kalau saya merugi tak masalah. Yang penting produk saya dikenal masyarakat. Nah, kalau sudah terkenal, rejeki pasti datang sendiri,” katanya.

No comments:

Post a Comment